Senin, 09 Oktober 2017

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN PKN DAN TEORI PENDIDIKAN & KEWARGANEGARAAN

By Unknown di Oktober 09, 2017


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Kewarganegaraan dalam bahasa lain disebut Civics, selanjutnya dari kata Civic ini dalam bahasa inggris artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran civics membicarakan masalah goverment, hak dan kewajiban warga negara dan civics merupakan bagian dari ilmu politik.


B.     RUMUSAN MASALAH

1.             Pengertian Kewarganegaraan
2.             Latar Belakang Kewarganegaraan
3.             Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
4.             Teori Pendidikan Kewarganegaraan


C.    TUJUAN MAKALAH
Untuk mengetahui bahwa negara kita negara yang bertanggung jawab dan bisa menjunjung tinggi kebangsaan Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN


A.           PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN

Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya,kata Civicus diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civic yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic Education , yaitu Pendidikan Kewarganegaraan.
Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Selaku warga masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarka sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.

B.            LATAR BELAKANG KEWARGANEGARAAN

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuaan Republik Indonesia  dalam wadah nusantara.
Semangat perjuangan bangsa yang tak kenal menyerah telah terbukti pada Perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap dan perilaku heroik dan patriotic serta menumbuhkan kekuatan, kesangupan, dan kemauan yang luar biasa. Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu, nilai-nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara serta sudah terbukti keandalannya.
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik  merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain pengaruh globalisasi.
Globalisasi ini ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatann internasional, Negara-negara maju yang ikut mengatur perpolitikan, perekonomian, sosial budaya serta pertahanan, dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antara negara maju dan Negara berkembang, antara Negara berkembang dan lembaga internasional, maupun antara Negara berkembang. Disamping itu, isu global yang mengikuti demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasiaonal.
Globalisasi yang juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi membuat dunia jadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi pola piker, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Sedangkan dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita memerlukan Perjuangan Non Fisik sesuai denagn bidang profesi masing-masing. Perjuangan inipun dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela Negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing tersebut memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

C.           SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics ataukewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.
Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298).
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcationdengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)
Dalam perkembangan Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali diperbaharui. Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Kemudian, Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam dunia Perguruan Tinggi.
Hal ini ditetapkan pada Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus, menentukan antara lain:
1)   Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari MPK.
2)    MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.
3)   mata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.
Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut berpatisipasi dalam membangun bangsa.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadiKewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diuraikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :
a)    Kewarganegaraan (1956)
b)   Civics (1959)
c)    Kewarganegaraan (1962)
d)   Pendidikan Kewarganegaraan (1968)
e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975)
f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)

Dari penggunaan istilah tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.

D.           TEORI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki ciri pendekatan interdisipliner berlandaskan pada teori-teori disiplin ilmu-ilmu sosial, yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu politik.
Melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya akan terbentuk perilaku warga negara sebagaimana dengan teori-teori berikut:
1.             Teori Emile Durkheim
Emile Durkheim, seperti para ilmu yang lainnya, mengemukakan pengaruh kelompok dan kekuatan masyarakat terhadap apa yang selalu dipandang sebagai kekuatan tindakan pribadi.
Beberapa teori Durkheim yang terkenal tentang kehidupan masyarakat sebagai berikut:

a.             Teori Anomi
Teori ini merupakan sebuah kondisi manusiawi yang ditandai oleh ketiadaan peraturan sosial, yang sekaligus sebagai pandangan bentuk kemanusiaan yang asosial, non-rasional dan tak berbentuk. Anomi juga merupakan penemuan konseptual yang paling khas dari Durkheim dalam teori sosialnya.
b.             Teori Konsensus
Teori ini menyatakan bahwa fakta-fakta sosial tidak dapat direduksi ke taraf kenyataan yang lebih rendah seperti yang dipelajari dala biologi dan psikologi khususnya individu. Ia berasumsi bahwa masyarakat sebagai sebuah kenyataan organis yang independen memiliki hukum-hukumnya sendiri, perkembangan dan hidupnya sendiri.
c.             Teori Solidaritas atau kesadaran kolektif
Durkheim mengemukakan dalam bukunya Division of Labor in society bahwa pertumbuhan dalam pembagian kerja meningkatkan struktur sosial dari sosidaritas mekamik ke solidaritas organik.

2.             Teori-teori Thomas Hobbes
Hobbes sangat populer karena kritikan dan kesalahan yang dituduhkan kepadanya oleh ilmuan sosial yang satu generasi dan generasi setelahnya, terutama mengenai pemikiran filsafat poltik, analisis moralitas, dan faham ‘ateis’-nya, namun karya-karyanya banyak dibaca secara luas khusunya di Inggris dan Eropa umumnya.
Beberapa teori Hobbes yang terkenal tentang kehidupan sosial dan warga negara sebagai berikut:


a.             Teori Kontrak Sosial
Teori ini bertolak dari asumsi mengingat individu cenderung mencari perdamaian bagi kelangsungan dirinya dan karena akal menetapkan bahwa kehidupan yang teratur tidaklah memungkinkan selama masih berlangsungnya keadaan alamiah.
Menurut ajarannya , manusia tidak dapat dipercaya dalam memegang perjanjiannya tanpa adanya kekuatan eksternal.
b.             Teori Kedaulatan
Teori ini menyatakan bahwa pihak yang menyerahkan kekuasannya kepada seseorang di mana seseorang tersebut bisa menjadi penguasa. Penguasa terlepas dari kritik dan kebijakannya yang bebas dari debat publik, steril, dari sensor terhadap semua pendapat dan doktrin yang diserahkan kepadanya. Sebagaimana dinyatakan Hobbes (1651):
Kekuasaan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain tanpa persetujuannya. Ia tidak bisa kehilangan kekuasaannya. Ia tidak bisadituduh melakukan penganiayaan oleh bawahan-bawahannya... Ia adalah orang yang memutuskan apa yang perlu diakatakan untuk perdamaian. Ia adalah satu-satunya legalisator dan hakim perselisihan yang tertinggi, dan hakim pada masa perang dan damai. (Pherson, 1968;26).
c.             Teori Indiviualisme
Teori ini menyatakan bahwa pihak yang menyerahkan kekuasaanya kepada seseorang di mana seorang tersebut bisa menjadi penguasa.





3.             Teori-teori John Locke
Teori-teori Locke yang terkenal tentang kehidupan sosial dan kewarganegaraan sebagai berikut:
a.             Teori Kekuasaan Negara yang Terbatas
Bila menurut Hobbes pemerintah tidak meiliki kewajiban kepada rakyat karena tidak pernah membuat kontrak dengan rakyat, hal ini muncul lebih merupakan sebagai hasil sampingan kesepakatan di antara rakyatnya.
Meskipun manusia mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam keadaaan alamiah, berbagai kekurangan atau kondisi adanya masalah serius dalam sistem sosial mendorong manusia untuk bersatu dalam mayarakat politik.
b.             Teori liberalisme Modern
Locke memang pendiri pandangan liberal modern mengenai hak individu manusia. Ia memberi pandagan tentang hak alamiah di mana setiap orang, karena hukum alam, berhak atas kehidupan, kebebasan serta hak milik agar dapat bertahan hidup dan berkembang.
Lockedan membedakan antara politik dan keluarga yang diibaratkan antara orang dewasa dan kanak-kanak. Dikemukakan bahwa all men by Nature adalah setara (equal), bebas (free) dan rasional.
4.             Teori-teori Jean-Jacques Rousseau
Rousseau adalah seorang tokoh aliran romantisme, yakni gerakan pemikiran sebagai pemberontakan terhadap zaman rasionalisme yang menentang standar moral dan estetik yang sudah dierima.
Beberapa teori Rousseau antara lain adalah:
a.             Teori Kontrak Sosial
Rousseau dalam teorinya yang ditulis dalam Du Contract Social (1762) mengemukakan bahwa “manusia terlahir bebas, dan di mana-mana ia mengenakan rantai.” Bagi Rousseau manusia terlahir bebas dan masyarakat sipil adalah suatu kebutuhan, serta persetujuan adalah satu-satunya dasar yang absah bagi kekuasaan politik.
b.             Teori Romantisisme
Dalam tulisannya yang berjudul On the origin and foundation of inequality among man, second discourse (1754). Rousseau berekpekulasi tentang asal-usul masyarakat dan kebangkitan pemerintahan yang pesimistik.
Demikianlah beberapa teori ilmu-ilmu sosial yang telah dikemukakan oleh para pelopornya yang banyak mempengaruhi perilaku kewarganegaraan. Teori-teori tersebut telah menjadi landasan berpikir bagi warga negara dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan dan kewarganegaraan.


















BAB III
PENUTUP


A.           KESIMPULAN

Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut berpatisipasi dalam membangun bangsa.

B.            SARAN

Walaupun Mata Kuliah Pendidikan telah banyak mengalami perubahan baik secara istilah maupun secara sisi yang diajarkan namun hal itu bertujuan agar mampu membentuk suatu Pendidikan yang nantinya berguna untuk mengembangkan pribadi generasi muda dalam membangun bangsa sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut terus disesuaikan dengan keadaan dan kemajuan dunia agar jati diri bangsa Indonesia tidak tergoyahkan dan mampu berinteraksi dengan dunia Internasional.












DAFTAR PUSTAKA



Azmi, Shofiatul. Dra., M.Pd. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Bukan Mata Kuliah Baru.
Sakon, Shima. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan, [Online]. Tersedia: http://shimakyoki.blogspot.co.id/2014/03/pendidikan-kewarganegaraan.html [diakses 12 Maret 2014].pukul 06.52 WIB
Lemhanas, (2000), Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta

















0 komentar:

Posting Komentar

Pages

 

MBAK EKA IDRIS 1922 Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos