Selasa, 24 Oktober 2017

MAKALAH TUJUAN, BATAS, KEMUNGKINAN DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN

By Unknown di Oktober 24, 2017






BAB I
PENDAHULUAN
    A.            Latar Belakang
Secara historis pendidikan di Indonesia telah mengalami proses semenjak era dimulainya peradaban Nusantara. Demikian pula era kolonial, walaupun ketika itu pendidikan formal di masa kolonial bisa dibilang cukup terlambat atau tertinggal dibanding dengan negara lain. Kita memang untuk masalah pendidikan kurang beruntung dijajah Belanda.Namun bukan pula berarti bahwa pendidikan di Kolonial Belanda ini sangat menggantungkan pada kebijakan penjajah.Kenyataannya, banyak lembaga pendidikan formal maupun non formal yang pada akhirnya secara swadaya diusahakan oleh pribumi. Kita dapat melihat keberadaan taman siswa, muhammadiyah, al irsyad, maupun nahdlatul ulama.
Ini membuktikan, bahwa sesungguhnya semangat bangsa Indonesia untuk menjadi warga negara-dunia yang terpelajar dan berpengetahuan sungguh sangat besar.Amat disadari pula, bahwa dengan hanya pendidikanlah bangsa Indonesia diharapkan dapat merebut kemerdekaan, menata negara dan mewujudkan cita-cita bersama.Kebodohan dan keterbelakangan sudah terbukti merupakan sasaran empuk bagi munculnya penjajahan, penindasan dan perilaku yang tidak berprikemanusiaan.
Sampai saat ini, isu pendidikan masih mendapat porsi wacana yang cukup besar diperbincangkan oleh warga bangsa.Hal ini tentu adalah merupakan implikasi dari keinginan yang dinamis seluruh warga bangsa untuk senantiasa menginginkan pelaksanaan pendidikan dapat terwujud dalam cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945.
Isu-isu pendidikan yang terkait dengan: pengajaran agama, akses untuk mendapatkan pendidikan, tiadanya diskriminasi, pembiayaan


pendidikan, kurikulum, layanan pendidikan, manajemen satuan pendidikan, infrastruktur pendidikan, prestasi atas profesional pendidikan, maupun luaran pendidikan senantiasa menjadi perbincangan yang hangat. Semua terkemas dalam isu nasional maupun isu lokal.
Ketidakpuasan demi ketidakpuasan atas sistem pendidikan ini versus pihak lain yang menyatakan bahwa sistem yang berlaku sudah baik dan benar menjadikan dinamika pendidikan menjadi semakin menarik untuk kita amati bersama. Kemudian didorong untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Meninjau apa yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional, tentu tidak dapat dilepaskan dari politik hukum pendidikan yang diberlakukan.
Oleh karenanya menjadi


relevan apabila potret pendidikan kita harus dilihat dalam bentuk das Sein dan das Sollen.Bagaimana teori, bagaimana pula kenyataannya.Secara yuridis (sebagai landasan kebijakan), sistem pendidikan nasional telah diatur dalam berbagai ketentuan konstitusional.Baik dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan. Di dalam Pembukaan UUD 1945, di sana telah disebutkan mengenai cita negara di bidang pendidikan yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
     B.            Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2.      Apa tujuan dari pendidikan tersebut?
3.      Bagaimana batas-batas dalam pendidikan?
4.      Apa yang dimaksud dengan keharusan dan kemungkinan pendidikan?


    C.            Tujuan Masalah
1.      Agar pembaca mengetahui apa pendidikan itu.
2.      Agar pembaca mengetahui tujuan dari pendidikan tersebut.
3.      Agar pembaca memahami batas-batas dalam pendidikan.
4.      Agar pembaca paham apa itu keharusan dan kemungkinan pendidikan.





BAB II
PEMBAHASAN
    A.            Defenisi Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan tetapi kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri.
Adapun pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis. Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan keadaan tidak berdaya karena ia membutuhkan bantuan orang lain belum bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. (Saduloh, 2010;72) tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak bisa langsung melakukan semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia tidak langsung dewasa dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan sehingga manusia itu perlu dibimbing. Manusia juga tidak


akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menanggung segala konsekuensi dan perbuatannya tanpa mengalami proses pendidikan yang terbentuk dari suatu kebiasaan.


     B.            Tujuan Pendidikan
Dalam setiap kegiatan yang disadari pelaksanaannya, memerlukan tujuan yang diharapkan.Pendidikan sebagai sebuah usaha sadar tentunya memerlukan tujuan yang dirumuskan. Karena tanpa tujuan, maka pelaksanaan pendidikan akan kehilangan arah. Tujuan pendidikan dijadikan sebagai sebuah pedoman bagaimanakah proses pendidikan seharusnya dilaksanakan, dan hasil apa yang diharapkan dalam proses pendidikan.
Setiap kegiatan yang terencana, pendidikan memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai.Sulit dibayangkan dalam benak, jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan.Demikian pentingnya tujuan tersebut tidak mengherankan jika dijumpai banyak kajian yang sungguhsungguh di kalangan para ahli mengenai tujuan tersebut.Berbagai buku yang mengkaji pendidikan senantiasa berusaha merumuskan tujuan baik secara umum dan secara khusus.
Perumusan tujuan pendidikan mengarah pada kondisi apa yang diharapkan dalam proses pendidikan. Kondisi yang diharapkan atau tujuan yang ingin dicapai tentunya akan berbeda sesuai dengan pandangan hidup seseorang juga kehendak negara tempat ia hidup. Pandangan hidup manusia tentang tujuan pendidikan agak berbeda dengan tujuan pendidikan yang dianut kaum kapitalis, misalnya. Tujuan pendidikan di suatu negara berbeda pula dengan tujuan pendidikan di negara lain. Namun, walaupun perumusan tujuan pendidikan di berbagai negara itu berbeda-beda, ada satu tujuan yang disepakati,yaitu manusia cerdas, terampil, dan menjadi warga negara yang baik.Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa akan ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan dari suatu bangsa tersebut.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicitacitakan, dan yang terpenting adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah hal pertama dan terpenting bila akan merancang, membuat program, serta mengevaluasi pendidikan. Program pendidikan ditentukan oleh rumusan tujuan pendidikan. Dalam bahasa sederhana, mutu pendidikan akan segera terlihat pada rumusan tujuan pendidikan.


berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah: 
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat tercapai.Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak. 


2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum.Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan.Kedewasaan disini masih general sifatnya.Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan: 
a.       Jenis-jenis kelamin anak didik.
b.      Usia/taraf perkembangan anak didik.
c.       Tugas lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat, mesjid dan sebagainya. 
d.      Falsafah Negara.
e.       Kesanggupan pendidik. 
3.      Tujuan Insidental/sesewaktu.
Tujuan insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah kepada pencapaian tujuan umum. Contoh ibu melarang anaknya bermain di pintu terbuka, karena dapat menyebabkan kecelakaan terjepit


pintu misalnya, atau karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa saja anak masuk angin, atau mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu. 
4.      Tujuan Sementara.
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri,


berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara. 
5.      Tujuan Tak Lengkap.
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral, sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya. 
6.      Tujuan Intermedier/perantara.
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.

Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara harmonis.
Macam-macamtujuan pendidikan menurut sistem pembelajaran
tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki sebagai berikut:
1.      Tujuan umum.
Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah manusia yang berjiwa pancasila. Tujuan umum pendidikan berkenaan dengan keseluruhanperistiwa-


peristiwa pendidikan dan merupakan tujuan dari keseluruhan jenis kegiatan dan waktu berlangsungnya peristiwa-peristiwa pendidikan. 


2.      Tujuan Institusional
Ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing, biasanya tercantum dalam kurikulum sekolah atau lembaga pendidikan yang harus dicapai setelah selesai belajar.
Tujuan Institusional ini berbentuk Standar Kompetensi Lulusan.Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. 
3.      Tujuan Kurikuler.
Tujuan kurikuler umumnya dirumuskan dalam bentuk tujuan-tujuan kompetensi.Oleh para ahli, hakikat kompetensi diartikan dalam berbagai macam pengertian, sesuai dengan sudut pandang masing-masing.Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. 
4.      Tujuan Instruksional.
Tujuan intruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan yang diajarkan oleh guru. Tujuan intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK).Umumnya tujuan intruksional umum berada pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan didalam kurikulum sekolah, khususnya didalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Tujuan intruksional khusus adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran, biasanya dibuat oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran


(satpel) atau dalam kurikulum saat ini dikenal dengan Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar.


    C.            Batas-Batas Pendidikan.
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup, awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (individual, sosial, religius).
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beranekaragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
1.      Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
2.      Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
3.      Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik.


4.      Pendidikan sebagai Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.


Tiap proses dalam pendidikan memiliki berbagai keterbatasan, yaitu :
1.      Batas-batas pendidikan pada peserta didik.
Peserta didik sebagai manusia memiliki perbedaan, dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Sehingga hal tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.
2.      Batas-batas pendidikan pada pendidik.
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi moral.
3.      Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkungan dan sarana yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnya proses pendidikan. Disini pendidik harus lebih kreatif


dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber proses pembelajaran.
    D.            Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan.
Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh ibunya, tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan, kematianlah yang akan menjemputnya pada anak yang ditelantarkan tersebut.
Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak


menyebabkan ia perlu mendapat pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.
1.      Keharusan Pendidik
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian di bawah ini:
a.       Anak Dilahirkan dalam Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan.Pada waktu lahir anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya.
Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya,


walaupun belum memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan yang baru keluar dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan sebagainya.Begitu juga pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti kuda, kambing, kera dan sebagainya.
Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain.
Oleh karena itu, anak/bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi setahap untuk memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan tingkah


laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Dilihat dari orang tua pendidikan juga merupakan suatu keharusan. Tanpa ada yang memaksa, dengan sendirinya orang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebut disebabkan karena adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab menyebabkan orang tua, bahwa anak itu perlu memperoleh bimbingan agar ia di kemudian hari dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Anak perlu mendapat pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan


pendidikan bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan pendidikan yang berlangsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam yang memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi, maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian, memperoleh kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.
b.      Manusia Lahir Tidak Langsung Dewasa
Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus, memerlukan wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa ini. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konvensional, di mana apabila seseorang sudah memiliki keterampilan unuk hidup, khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai atau norma-norma hidup bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat melangsungkan hidup berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntutan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga makin kompleksnya sistem nilai.
Untuk mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat


diperoleh dengan pendidikan, di mana orang tua atau generasi tua akan mewariskan pengetahuan, nialai-nilai, serta keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.


Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa.Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya.
c.       Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Ia tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, di mana pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan yang satu dengan jenis hewan lainnya.
Manusia hidup bersama orang lain, tidak sendirian. Mereka menentukan berbagai perjanjian agar hidup bersama itu menguntungkan kedua belah pihak.Menguntungkan bagi masyarakat, dan juga menguntungkan bagi kehidupan individu masing-masing. Manusia sebagai makhluk sosial, disamping memiliki dorongan untuk hidup secara individual, ia juga menunjukan gejala-gejala sosial. Ia senang hidup bersama dengan orang lain.
Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia dapat hidup bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan berbuat di luar perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berarti bahwa ia tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara biologis ia sudah matang, tetapi untuk hidup bersama dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.


Kalau manusia bukan makhluk sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan orang lain, pada hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada bedanya dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak dapat dipengaruhi, karena ia telah membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak perlu lagi belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang untuk mengikuti kehidupan yang


polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan demikian, pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak diperlukan.
d.      Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri
Pengertian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tiadak ada.Pengertian sosial harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam kepribadian sendiri-sendiri.Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama dengan orang lain. Pergaulan hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu-individu) satu sama lain. Tidak berarti bahwa individu itu luluh menyatu dengan yang lain, seperti halnya boneka-boneka yang hanya bergerak dengan pola yang sama. Manusia memang hidup bersama, namun tetap secara individu dan individu.
Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorangan yang berbeda, karena itulah pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar hidup dengan individu lannya.Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang (individu) dapat berperilaku sebagai individu bersama dengan individu lainnya.
e.       Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain.


Seekor hewan kalau berbuat sesuatu tidak akan mengerti akibat yang timbul dari tindakan tersebut, karena ia tidak mampu berpikir, dan tindakannya hanya didasarkan oleh insting belaka.
Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung jawaban atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa akibatnya. Pendidikan di samping mengajar orang agar menjadi tahu, dan terampil, pendidikan juga mengembangkan sikap.Sikap yang utama adalah sikap tanggung jawab, karena makhluk sosial manapun memang harus bertanggung jawab.
Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial. Kalau sikap bertanggung jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka kehidupan akan kacau, kaerena manusia akan bertindak semaunya,


setiap orang hanya akan menuruti kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama.
Pendidikan itu sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap generasi manusia selanjutnya, karena kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab terhadap generasai berikutnya, mereka akan terlantar. Disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan dan hidup generasi berikutnya.
Untuk melaksanakan pendidikan diperlukan adanya kesediaan anak didik untuk menerima pengaruh. Pada saat anak masih kecil kesediaan ini belum ada, baru timbul kemudian kalau anak itu merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dan perlu bantuan orang lain, sehingga ia perlu belajar dari orang lain. Selama anak belum mau menerima pengaruh orang lain diluar dirinya, tidak akan muncul ketaatan terhadap pihak lain yang


berusaha mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari kekurangannya, ia akan mau menerima pengaruh dan mau taat, dengan kata lain ia mau menerima kewibawaan pendidik.
f.       Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan
Apa sebabnya pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan ada perilaku yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan dengan pengertian pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu disebut “dressur” ( pembiasaan dan dilatih terus menerus).
Anak anjing meniru induknya, dengan jalan bermain-main, dia melepaskan dorongan untuk berkelahi. Dia berkelahi ( main-main ) dengan induknya, sedangkan induknya sengaja membuat dirinya seperti bermain berkelahi juga. Kejadian tersebut seolah-olah pada induk anjing ada keinginan untuk “ mendidik “ anaknya. Dorongan untuk bermain seperti itu pada anjing-anjing tersebut tidak didasarkan atas kesadaran bahwa dirinya ( anak anjing ) tidak mampu, yang harus belajar kepada anjing lain. Bukan itu yang menjadi alasan anak anjing dan induknya bermain, namun didasarkan dorongan untuk berbuat, bergerak.Pada anjing-anjing tersebut tidak ada kesengajaan untuk berbuat atas kesadaran atas kekurangan dan ketidak mampuannya. Misalnya


sang induk anjing sadar bahwa anaknya tidak mampu dan masih banyak kekurangan dalam pengalamannya. Dari anak anjing tidak ada kesediaan menerima pengaruh dari induknya, tidak ada kewibawaan.
Pada manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki kesadaran akan kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan berbuat, akan berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia akan berbuat apa saja, ia


bergerak menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar anak bisa naik sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang terjadi anak tidak mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut seperti ayahnya mendorong sepeda tadi.
Contoh lain anak akan mengambil benda yang ia temukan disekelilingnya, melihat pisau ( padahal pisau itu sangat tajam ) ia akan ambil dan digosok-gosokkan seperti menirukan ibunya mengguanakan pisau tersebut, mungkin juga digosokan ke tangannya. Sang ibu sangat cemas berkata setengah berteriak, “ Auuu…anakku sayang jangan pake pisau itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang anak tidak mau melepaskan pisau itu. Kalau diambil secara paksa ia akan menangis, caranya cari pisau lain atau benda lain yang menyerupai pisau yang tumpul lalu berikan kepadanya.
Anak melihat orang tuanya waktu mandi menggosok gigi, dengan gesitnya anak mengambil sikat gigi ibunya dan ingin pakai pastanya.Disinilah si ibu mencoba melatih si anak untuk menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang tuanya, ia memperhatikan orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya sang anak mengambil sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke mulutpun belum pas dan benar. Disini sang ibuu melatih anaknya membetulkan bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana memasukannya kedalam mulutnya.
Dalam kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melarang anaknya menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan pisau, ibu melatih anaknya menggosok gigi, sang ibu melatih anaknya menggunakan sendok, itu semuanya belum temasuk pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari apa artinya perintah atau kemauan ayahnya


untuk naik sepeda, dan anak juga tidak paham mengapa ibunya melarang


bermain dengan pisau, mengapa harus menggosok gigi dan mengapa makan haruus pakai sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua anak itu bukan pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “ dressur “.
Jadi dengan sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain, suka bermain, bisa menerima pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan keharusan bagi orang tua ( pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan harus menjadi contoh bagi anak didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk mengisi kedewasaan anak kelak.
2.      Kemungkinan Dididik
Persoalan lain adalah kemungkinan dididik. Persoalan ini di ajukan, karena adanya berbagai pendapat tentang pendidikan. Misalnya ada pendapat tentang perkembangan manusia, bahwa kedewasaan semata-mata merupakan hasil dari proses alami yang berlangsung selaras dengan hukum alam. Bila demikian, mungkinkah manusia dididik? Tidakkah usaha pendidikan hanya akan sia-sia belaka?
Diakui bahwa pada manusia ada hal-hal tertentu yang didapatkan secara alami, dan hal itu tidak dapat ditawar-tawar lagi.Misalnya tentang bakat dan jenis kelamin.Orang dilahirkan dengan bakat bawaan tertentu.Hal ini diluar kemampuannya. Dan memang untuk hal-hal orang tidak dapat  diminta pertanggung jawaban. Pendidik tidak dapat berbuat apa-apa dengan bakat itu, dalam arti pendidik harus menolak bakat tersebut, atau sebaliknya biarkan anak berkembang secara alamiah tanpa camur tangan pendidik.
Sejak dahulu orang berpendapat, bahwa bakat yang dibawa lahir seseorang belum merupakan kenyataan, melainkan potensi. Jadi tentaang adanya bakat-bakat tertentu, pendidik tidak bertanggung


jawab. Yang dapat diusahakannya melalui pendidikan, dan hal itu termasuk ruang lingkup tanggung jawabnya ialah, apa yang telah diperbuatnya sehubungan dengan bakat yang  dimiliki anak itu? Apakah dibiarkan saja merana ataukah dipupuk dan dikembangkan, dan bakat mana yang dikembangkan?Seberapa jauhkah bakat yang dimiliki anak didik itu telah dimanfaatkan dalam rangka pencapaian dan pengisian kedewasaan itu?
Demikian pula dengan jenis kelamin.Orang tidak dapat diminta pertanggung jawaban tentang jenis kelamin yang dimilikinya.Mengapa anda menjadi wanita?Mengapa jadi pria? Namun yang dapat dan harus menjadi


pertanggung jawaban pendidik, dan juga tanggung jawab yang bersangkutan  apabila telah dewasa ialah, seberapa jauhkah ia telah menjadikan kepribadian kelaki-lakian atau kewanitaanya sebagai “ model “ dalam pengisian dan pencapaian kedewasaannya sebagai pria dewasa atau wanita dewasa?
Jadi permasalahannya disini bukan persoalan jenis bakat atau jenis kelaminnya, melainkan dengan situasi seperti itu seberapa jauhkah pendidikan telah berperan? Apakah pendidikan sudah “ bermanfaat “ secara optimal dalam mendewasakan anak sesuai dengan nilai-nilai manusiawi?
Sehubungan dengan masalah batas pendidikan perlu dikemukakan, bahwa batas kemungkinan pendidikan tidak dapat disamaratakan bagi semua orang. Tidak dapat dikatakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas kemungkinan dididik yang sama. Sebab masing-masing individu bersifat unik.Akan tetapi secara umum dapat dikatakan, bahwa kemungkinan dididik itu tercapai mana kala tidak dapat dikembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya.Adapun yang menjadi latar belakangnya dapat beraneka ragam. Mungkin karena bakat bawaannya, mungkin karena potensi kecerdasan yang berbeda, seperti berbeda dalam potesi


kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, atau mungkin terdapat kelainan.



BAB III
PENUTUP
    A.            Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis. Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
     B.            Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini akan dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita mengenai Tujuan, Batas dan kemungkinan pendidikan. Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu pasti ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. 



DAFTAR PUSTAKA
Erniwaty, Ivony.(2011).Tujuan Pendidikan.[online].Tersedia:                                  (http://ivony-erniwaty.blogspot.co.id/2011/08/makalah-tujuan-pendidikan.html). (diakses 27 februari 2017)
Mudyahardjo, Redja.(2002).Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Sadulloh, Uyoh.(2010).Pedagogik (ilmu mendidik).Bandung: alfabeta
Sadulloh, Uyoh dan Oong Komar.(1985).Dasar-dasar pendidikan.Bandung:Fakultas Ilmu            Pendidikan IKIP Bandung
Zahara, Idris.(1992).Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT. Grasi

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

 

MBAK EKA IDRIS 1922 Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos