KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat dan rahmat, hidayah dan inayah Nya akhirnya makalah ini dapat kami buat
dan kami beri judul “TUJUAN, BATAS, KEMUNGKINAN DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN”.
Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha menyajikan materi
dengan bahasa yang sederhana, singkat, dan mudah dicerna oleh para
pembaca.Makalah ini menyajikan beberapa materi dan ulasan mengenai TUJUAN, BATAS,
KEMUNGKINAN DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami susun
jauh dari kata sempurna, masih terdapat kekurangan dan kekeliruan maka kami
senantiasa menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun, memperbaiki,
serta melengkapi isi makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca serta memberikan wawasan yang lebih luas guna meningkatkan
pengetahuan dalam bermasayarakat maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Bangkinang, 27 Februari
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
............................................................................... i
Daftar Isi
.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
...................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah
................................................................. 2
C.
Tujuan Masalah
..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Pendidikan ............................................................... 4
B.
Tujuan Pendidikan
.................................................................. 5
C.
Batas-batas Pendidikan ........................................................... 10
D.
Keharusan dan Kemungkinan
Pendidikan .............................. 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
............................................................................. 23
B.
Saran ........................................................................................ 23
Daftar Pustaka
.................................................................................. 24
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara
historis pendidikan di Indonesia telah mengalami proses semenjak era dimulainya
peradaban Nusantara. Demikian pula era kolonial, walaupun ketika itu pendidikan
formal di masa kolonial bisa dibilang cukup terlambat atau tertinggal dibanding
dengan negara lain. Kita memang untuk masalah pendidikan kurang beruntung
dijajah Belanda.Namun bukan pula berarti bahwa pendidikan di Kolonial Belanda ini
sangat menggantungkan pada kebijakan penjajah.Kenyataannya, banyak lembaga
pendidikan formal maupun non formal yang pada akhirnya secara swadaya
diusahakan oleh pribumi. Kita dapat melihat keberadaan taman siswa,
muhammadiyah, al irsyad, maupun nahdlatul ulama.
Ini
membuktikan, bahwa sesungguhnya semangat bangsa Indonesia untuk menjadi warga
negara-dunia yang terpelajar dan berpengetahuan sungguh sangat besar.Amat
disadari pula, bahwa dengan hanya pendidikanlah bangsa Indonesia diharapkan
dapat merebut kemerdekaan, menata negara dan mewujudkan cita-cita
bersama.Kebodohan dan keterbelakangan sudah terbukti merupakan sasaran empuk
bagi munculnya penjajahan, penindasan dan perilaku yang tidak
berprikemanusiaan.
Sampai
saat ini, isu pendidikan masih mendapat porsi wacana yang cukup besar
diperbincangkan oleh warga bangsa.Hal ini tentu adalah merupakan implikasi dari
keinginan yang dinamis seluruh warga bangsa untuk senantiasa menginginkan
pelaksanaan pendidikan dapat terwujud dalam cita-cita bangsa sebagaimana termuat
dalam Pembukaan UUD 1945.
Isu-isu
pendidikan yang terkait dengan: pengajaran agama, akses untuk mendapatkan
pendidikan, tiadanya diskriminasi, pembiayaan
pendidikan, kurikulum,
layanan pendidikan, manajemen satuan pendidikan, infrastruktur pendidikan,
prestasi atas profesional pendidikan, maupun luaran pendidikan senantiasa
menjadi perbincangan yang hangat. Semua terkemas dalam isu nasional maupun isu
lokal.
Ketidakpuasan demi ketidakpuasan atas sistem pendidikan ini versus pihak lain yang menyatakan bahwa sistem yang berlaku sudah baik dan benar menjadikan dinamika pendidikan menjadi semakin menarik untuk kita amati bersama. Kemudian didorong untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Ketidakpuasan demi ketidakpuasan atas sistem pendidikan ini versus pihak lain yang menyatakan bahwa sistem yang berlaku sudah baik dan benar menjadikan dinamika pendidikan menjadi semakin menarik untuk kita amati bersama. Kemudian didorong untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Meninjau
apa yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional, tentu tidak dapat dilepaskan
dari politik hukum pendidikan yang diberlakukan.
Oleh
karenanya menjadi
relevan apabila potret pendidikan
kita harus dilihat dalam bentuk das Sein dan das Sollen.Bagaimana teori,
bagaimana pula kenyataannya.Secara yuridis (sebagai landasan kebijakan), sistem
pendidikan nasional telah diatur dalam berbagai ketentuan konstitusional.Baik
dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan. Di
dalam Pembukaan UUD 1945, di sana telah disebutkan mengenai cita negara di
bidang pendidikan yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2.
Apa tujuan dari pendidikan tersebut?
3.
Bagaimana batas-batas dalam pendidikan?
4.
Apa yang dimaksud dengan keharusan dan
kemungkinan pendidikan?
C.
Tujuan Masalah
1.
Agar pembaca mengetahui apa pendidikan
itu.
2.
Agar pembaca mengetahui tujuan dari
pendidikan tersebut.
3.
Agar pembaca memahami batas-batas dalam
pendidikan.
4.
Agar pembaca paham apa itu keharusan
dan kemungkinan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat
adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu
sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan
tetapi kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri.
Adapun
pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang
belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu
sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi
dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan
pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan
pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia
menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang
dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah
berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai
pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini
adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis.
Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan
dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan
masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena
pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan keadaan tidak berdaya karena ia
membutuhkan bantuan orang lain belum bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. (Saduloh,
2010;72) tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak bisa
langsung melakukan semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia
tidak langsung dewasa dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan
sehingga manusia itu perlu dibimbing. Manusia juga tidak
akan
memiliki rasa tanggung jawab untuk menanggung segala konsekuensi dan
perbuatannya tanpa mengalami proses pendidikan yang terbentuk dari suatu
kebiasaan.
B.
Tujuan
Pendidikan
Dalam
setiap kegiatan yang disadari pelaksanaannya, memerlukan tujuan yang
diharapkan.Pendidikan sebagai sebuah usaha sadar tentunya memerlukan tujuan
yang dirumuskan. Karena tanpa tujuan, maka pelaksanaan pendidikan akan
kehilangan arah. Tujuan pendidikan dijadikan sebagai sebuah pedoman
bagaimanakah proses pendidikan seharusnya dilaksanakan, dan hasil apa yang
diharapkan dalam proses pendidikan.
Setiap
kegiatan yang terencana, pendidikan memiliki kejelasan tujuan yang ingin
dicapai.Sulit dibayangkan dalam benak, jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki
kejelasan tujuan.Demikian pentingnya tujuan tersebut tidak mengherankan jika
dijumpai banyak kajian yang sungguhsungguh di kalangan para ahli mengenai
tujuan tersebut.Berbagai buku yang mengkaji pendidikan senantiasa berusaha
merumuskan tujuan baik secara umum dan secara khusus.
Perumusan
tujuan pendidikan mengarah pada
kondisi apa yang diharapkan dalam proses pendidikan. Kondisi yang diharapkan
atau tujuan yang ingin dicapai tentunya akan berbeda sesuai dengan pandangan
hidup seseorang juga kehendak negara tempat ia hidup. Pandangan hidup manusia
tentang tujuan pendidikan agak berbeda dengan tujuan pendidikan yang dianut
kaum kapitalis, misalnya. Tujuan pendidikan di suatu negara berbeda pula dengan
tujuan pendidikan di negara lain. Namun, walaupun perumusan tujuan pendidikan
di berbagai negara itu berbeda-beda, ada satu tujuan yang disepakati,yaitu
manusia cerdas, terampil, dan menjadi warga negara yang baik.Pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan manusia, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya
suatu bangsa akan ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan dari suatu bangsa
tersebut.
Tujuan
merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang
akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di
samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat
terfokus pada apa yang dicitacitakan, dan yang terpenting adalah dapat memberi
penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah hal pertama dan
terpenting bila akan merancang, membuat program, serta mengevaluasi pendidikan.
Program pendidikan ditentukan oleh rumusan tujuan pendidikan. Dalam bahasa sederhana,
mutu pendidikan akan segera terlihat pada rumusan tujuan pendidikan.
berdasarkan ruang lingkup (luas dan
sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan bahwa jenis-jenis
tujuan pendidikan adalah:
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum
adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan
demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan
pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat
tercapai.Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah
membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang
dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis,
dan agama.
Contoh: Seorang
guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah
mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab.
Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri
anak.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus
merupakan pengkhususan dari tujuan umum.Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan
adalah kedewasaan.Kedewasaan disini masih general sifatnya.Banyak faktor yang
membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan
mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan
kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a.
Jenis-jenis kelamin anak didik.
b.
Usia/taraf perkembangan anak didik.
c.
Tugas lembaga yang mendidik anak seperti
keluarga, sekolah, masyarakat, mesjid dan sebagainya.
d.
Falsafah Negara.
e.
Kesanggupan pendidik.
3.
Tujuan Insidental/sesewaktu.
Tujuan
insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa
khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan
tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah
kepada pencapaian tujuan umum. Contoh ibu melarang anaknya bermain di pintu
terbuka, karena dapat menyebabkan kecelakaan terjepit
pintu
misalnya, atau karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa saja anak masuk
angin, atau mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu.
4.
Tujuan Sementara.
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam
langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai
tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan
pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat
seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan
dari merangkak, berdiri,
berjalan terpatah-patah sampai akhirnya
dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.
5.
Tujuan Tak Lengkap.
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas
tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan
aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia,
sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral,
sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.
6.
Tujuan Intermedier/perantara.
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah
tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu
ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan tujuan
intermedier/tujuan perantara.
Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya
dapat disederhanakan menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima
tujuan yang lainnya diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu
terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti
hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk
susila/religius dapat terwujud secara harmonis.
Macam-macamtujuan
pendidikan menurut sistem pembelajaran
tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki sebagai berikut:
tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki sebagai berikut:
1.
Tujuan umum.
Tujuan pendidikan nasional
Indonesia adalah manusia yang berjiwa pancasila. Tujuan umum pendidikan
berkenaan dengan keseluruhanperistiwa-
peristiwa
pendidikan dan merupakan tujuan dari keseluruhan jenis kegiatan dan waktu berlangsungnya
peristiwa-peristiwa pendidikan.
2.
Tujuan Institusional
Ialah tujuan pendidikan yang akan
dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan
masing-masing, biasanya tercantum dalam kurikulum sekolah atau lembaga
pendidikan yang harus dicapai setelah selesai belajar.
Tujuan Institusional ini berbentuk
Standar Kompetensi Lulusan.Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan
kelulusan peserta didik.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
3.
Tujuan Kurikuler.
Tujuan kurikuler umumnya dirumuskan
dalam bentuk tujuan-tujuan kompetensi.Oleh para ahli, hakikat kompetensi
diartikan dalam berbagai macam pengertian, sesuai dengan sudut pandang
masing-masing.Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah
diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran.
4.
Tujuan Instruksional.
Tujuan intruksional adalah tujuan
pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan yang diajarkan oleh guru. Tujuan
intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan intruksional umum (TIU)
dan tujuan intruksional khusus (TIK).Umumnya tujuan intruksional umum berada
pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan didalam kurikulum sekolah,
khususnya didalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Tujuan intruksional khusus adalah
tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam
pelajaran, biasanya dibuat oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran
(satpel)
atau dalam kurikulum saat ini dikenal dengan Standar kompetensi dan Kompetensi
Dasar.
C.
Batas-Batas Pendidikan.
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang
lingkup, awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan
pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan
potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya
(individual, sosial, religius).
Batasan
tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beranekaragam, dan kandungannya
berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena
orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau
karena falsafah yang melandasinya.
1.
Pendidikan
sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
2.
Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri.
3.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik.
4.
Pendidikan
sebagai Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan
sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia.
Tiap
proses dalam pendidikan memiliki berbagai keterbatasan, yaitu :
1.
Batas-batas
pendidikan pada peserta didik.
Peserta didik sebagai manusia memiliki perbedaan,
dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan
sebagainya. Sehingga hal tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil
pendidikan, solusinya pendidik harus mencari metode-metode pembelajaran
sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.
2.
Batas-batas
pendidikan pada pendidik.
Sebagai
manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi
permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak.
Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan
tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, misalnya
pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin peserta
didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang akan
menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan
kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak
dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi
moral.
3.
Batas-batas
pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Lingkungan
dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat menentukan kualitas dan
berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkungan dan sarana yang tidak memadai, akan
menghambat berlangsungnya proses pendidikan. Disini pendidik harus lebih
kreatif
dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber
proses pembelajaran.
D.
Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan.
Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang
lain, khususnya kedua orang tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia
pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh ibunya, tanpa sentuhan apapun
sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan, kematianlah yang akan
menjemputnya pada anak yang ditelantarkan tersebut.
Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat
lahir dalam keadaan tidak berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga anak
memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak
menyebabkan
ia perlu mendapat pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir dalam
keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.
1.
Keharusan Pendidik
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian
di bawah ini:
a.
Anak Dilahirkan dalam
Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan.Pada waktu
lahir anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih
memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran
orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan
berdiri sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi
kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya.
Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang dapat
melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh
induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya,
walaupun
belum memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan yang baru
keluar dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan
sebagainya.Begitu juga pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui
seperti kuda, kambing, kera dan sebagainya.
Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat bantuan
orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa
pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia harus
dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki bekal
yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan lainnya
yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang
harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri
kepada orang lain.
Oleh karena itu, anak/bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan,
dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi
setahap untuk memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan
keterampilan, serta pembentukan sikap dan tingkah
laku sehingga
lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup
lama.
Dilihat dari orang tua pendidikan juga merupakan suatu keharusan. Tanpa ada
yang memaksa, dengan sendirinya orang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebut
disebabkan karena adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang
tua terhadap anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang
akan timbul dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab menyebabkan
orang tua, bahwa anak itu perlu memperoleh bimbingan agar ia di kemudian hari
dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Anak perlu
mendapat pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan
pendidikan
bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan pendidikan yang berlangsung
secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam
yang memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik,
sosial, emosi, maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian,
memperoleh kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada tanggung jawab
moral atas hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa
untuk dapat dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.
b.
Manusia Lahir Tidak Langsung
Dewasa
Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti
khusus, memerlukan wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian
kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa
ini. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara
konvensional, di mana apabila seseorang sudah memiliki keterampilan unuk hidup,
khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam,
mengenal nilai-nilai atau norma-norma hidup bermasyarakat, sudah dapat
dikatakan dewasa. Dilihat dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun, pada
masyarakat primitif sudah dapat melangsungkan hidup berkeluarga. Pada
masyarakat modern tuntutan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan makin
kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga makin kompleksnya sistem
nilai.
Untuk mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan,
lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat
diperoleh
dengan pendidikan, di mana orang tua atau generasi tua akan mewariskan
pengetahuan, nialai-nilai, serta keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada
generasi berikutnya.
Manusia merupakan makhluk yang dapat
dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk
yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir
tidak langsung dewasa.Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi
dengan sesamanya.
c.
Manusia sebagai Makhluk
Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Ia tidak akan menjadi manusia
seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan
hewan, di mana pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor
kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing,
tidak akan berperilaku anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi
dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan
yang satu dengan jenis hewan lainnya.
Manusia hidup bersama orang lain, tidak sendirian. Mereka menentukan
berbagai perjanjian agar hidup bersama itu menguntungkan kedua belah
pihak.Menguntungkan bagi masyarakat, dan juga menguntungkan bagi kehidupan
individu masing-masing. Manusia sebagai makhluk sosial, disamping memiliki
dorongan untuk hidup secara individual, ia juga menunjukan gejala-gejala
sosial. Ia senang hidup bersama dengan orang lain.
Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia
dapat hidup bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan berbuat di luar
perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berarti bahwa ia
tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara biologis ia sudah matang, tetapi
untuk hidup bersama dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.
Kalau manusia bukan makhluk sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan
orang lain, pada hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak
ada bedanya dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak
dapat dipengaruhi, karena ia telah membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak
perlu lagi belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan
matang untuk mengikuti kehidupan yang
polanya sudah
ada (terjadi). Dalam keadaan demikian, pendidikan tidak perlu lagi karena
memang tidak diperlukan.
d.
Manusia sebagai Makhluk
Individu yang Berdiri Sendiri
Pengertian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tiadak
ada.Pengertian sosial harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam
kepribadian sendiri-sendiri.Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama
dengan orang lain. Pergaulan hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu-individu)
satu sama lain. Tidak berarti bahwa individu itu luluh menyatu dengan yang
lain, seperti halnya boneka-boneka yang hanya bergerak dengan pola yang sama.
Manusia memang hidup bersama, namun tetap secara individu dan individu.
Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorangan yang berbeda, karena itulah
pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu
belajar hidup dengan individu lannya.Pendidikan tidak mendidik agar setiap
orang (individu) dapat berperilaku sebagai individu bersama dengan individu
lainnya.
e.
Manusia sebagai Makhluk yang
Dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas
segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali
akibat itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang
lain.
Seekor hewan kalau berbuat sesuatu
tidak akan mengerti akibat yang timbul dari tindakan tersebut, karena ia tidak
mampu berpikir, dan tindakannya hanya didasarkan oleh insting belaka.
Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung jawaban
atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa
akibatnya. Pendidikan di samping mengajar orang agar menjadi tahu, dan
terampil, pendidikan juga mengembangkan sikap.Sikap yang utama adalah sikap
tanggung jawab, karena makhluk sosial manapun memang harus bertanggung jawab.
Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial.
Kalau sikap bertanggung jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka
kehidupan akan kacau, kaerena manusia akan bertindak semaunya,
setiap orang
hanya akan menuruti kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama.
Pendidikan itu sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu
bertanggung jawab terhadap generasi manusia selanjutnya, karena kita tahu bahwa
setiap anak membutuhkan bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab terhadap
generasai berikutnya, mereka akan terlantar. Disinilah pendidikan bertanggung
jawab bagi kelanjutan kehidupan dan hidup generasi berikutnya.
Untuk melaksanakan pendidikan diperlukan adanya kesediaan anak didik untuk
menerima pengaruh. Pada saat anak masih kecil kesediaan ini belum ada, baru
timbul kemudian kalau anak itu merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dan
perlu bantuan orang lain, sehingga ia perlu belajar dari orang lain. Selama
anak belum mau menerima pengaruh orang lain diluar dirinya, tidak akan muncul
ketaatan terhadap pihak lain yang
berusaha
mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari kekurangannya, ia akan mau menerima
pengaruh dan mau taat, dengan kata lain ia mau menerima kewibawaan pendidik.
f.
Sifat Manusia dan
Kemungkinan Terjadinya Pendidikan
Apa sebabnya pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh-tumbuhan
sebagai makhluk hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan
ada perilaku yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan dengan
pengertian pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu
disebut “dressur” ( pembiasaan dan dilatih terus menerus).
Anak anjing meniru induknya, dengan jalan bermain-main, dia melepaskan
dorongan untuk berkelahi. Dia berkelahi ( main-main ) dengan induknya,
sedangkan induknya sengaja membuat dirinya seperti bermain berkelahi juga.
Kejadian tersebut seolah-olah pada induk anjing ada keinginan untuk “ mendidik
“ anaknya. Dorongan untuk bermain seperti itu pada anjing-anjing tersebut tidak
didasarkan atas kesadaran bahwa dirinya ( anak anjing ) tidak mampu, yang harus
belajar kepada anjing lain. Bukan itu yang menjadi alasan anak anjing dan
induknya bermain, namun didasarkan dorongan untuk berbuat, bergerak.Pada
anjing-anjing tersebut tidak ada kesengajaan untuk berbuat atas kesadaran atas
kekurangan dan ketidak mampuannya. Misalnya
sang induk
anjing sadar bahwa anaknya tidak mampu dan masih banyak kekurangan dalam
pengalamannya. Dari anak anjing tidak ada kesediaan menerima pengaruh dari
induknya, tidak ada kewibawaan.
Pada manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki
kesadaran akan kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru
dan berbuat, akan berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia
akan berbuat apa saja, ia
bergerak
menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar anak bisa naik
sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang terjadi anak tidak
mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut seperti
ayahnya mendorong sepeda tadi.
Contoh lain anak akan mengambil benda yang ia temukan disekelilingnya,
melihat pisau ( padahal pisau itu sangat tajam ) ia akan ambil dan
digosok-gosokkan seperti menirukan ibunya mengguanakan pisau tersebut, mungkin
juga digosokan ke tangannya. Sang ibu sangat cemas berkata setengah berteriak,
“ Auuu…anakku sayang jangan pake pisau itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang anak
tidak mau melepaskan pisau itu. Kalau diambil secara paksa ia akan menangis,
caranya cari pisau lain atau benda lain yang menyerupai pisau yang tumpul lalu
berikan kepadanya.
Anak melihat orang tuanya waktu mandi menggosok gigi, dengan gesitnya anak
mengambil sikat gigi ibunya dan ingin pakai pastanya.Disinilah si ibu mencoba
melatih si anak untuk menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok
giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang tuanya, ia memperhatikan
orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya sang anak mengambil
sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke mulutpun belum
pas dan benar. Disini sang ibuu melatih anaknya membetulkan bagaimana cara
memegang sendok, dan bagaimana memasukannya kedalam mulutnya.
Dalam kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya
melarang anaknya menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan pisau, ibu
melatih anaknya menggosok gigi, sang ibu melatih anaknya menggunakan sendok,
itu semuanya belum temasuk pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum
memahami, menyadari apa artinya perintah atau kemauan ayahnya
untuk naik
sepeda, dan anak juga tidak paham mengapa ibunya melarang
bermain
dengan pisau, mengapa harus menggosok gigi dan mengapa makan haruus pakai
sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua anak itu bukan pendidikan dalam
arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “ dressur “.
Jadi dengan sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain, suka
bermain, bisa menerima pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan
keharusan bagi orang tua ( pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan harus menjadi
contoh bagi anak didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk mengisi
kedewasaan anak kelak.
2.
Kemungkinan Dididik
Persoalan lain adalah kemungkinan dididik. Persoalan ini di ajukan, karena
adanya berbagai pendapat tentang pendidikan. Misalnya ada pendapat tentang
perkembangan manusia, bahwa kedewasaan semata-mata merupakan hasil dari proses
alami yang berlangsung selaras dengan hukum alam. Bila demikian, mungkinkah
manusia dididik? Tidakkah usaha pendidikan hanya akan sia-sia belaka?
Diakui bahwa pada manusia ada hal-hal tertentu yang didapatkan secara
alami, dan hal itu tidak dapat ditawar-tawar lagi.Misalnya tentang bakat dan
jenis kelamin.Orang dilahirkan dengan bakat bawaan tertentu.Hal ini diluar
kemampuannya. Dan memang untuk hal-hal orang tidak dapat diminta
pertanggung jawaban. Pendidik tidak dapat berbuat apa-apa dengan bakat itu,
dalam arti pendidik harus menolak bakat tersebut, atau sebaliknya biarkan anak
berkembang secara alamiah tanpa camur tangan pendidik.
Sejak dahulu orang berpendapat, bahwa bakat yang dibawa lahir seseorang
belum merupakan kenyataan, melainkan potensi. Jadi tentaang adanya bakat-bakat
tertentu, pendidik tidak bertanggung
jawab. Yang
dapat diusahakannya melalui pendidikan, dan hal itu termasuk ruang lingkup
tanggung jawabnya ialah, apa yang telah diperbuatnya sehubungan dengan bakat
yang dimiliki anak itu? Apakah dibiarkan saja merana ataukah dipupuk dan
dikembangkan, dan bakat mana yang dikembangkan?Seberapa jauhkah bakat yang
dimiliki anak didik itu telah dimanfaatkan dalam rangka pencapaian dan
pengisian kedewasaan itu?
Demikian pula dengan jenis kelamin.Orang tidak dapat diminta pertanggung
jawaban tentang jenis kelamin yang dimilikinya.Mengapa anda menjadi
wanita?Mengapa jadi pria? Namun yang dapat dan harus menjadi
pertanggung jawaban pendidik, dan
juga tanggung jawab yang bersangkutan apabila telah dewasa ialah,
seberapa jauhkah ia telah menjadikan kepribadian kelaki-lakian atau
kewanitaanya sebagai “ model “ dalam pengisian dan pencapaian kedewasaannya
sebagai pria dewasa atau wanita dewasa?
Jadi permasalahannya disini bukan persoalan jenis bakat atau jenis
kelaminnya, melainkan dengan situasi seperti itu seberapa jauhkah pendidikan
telah berperan? Apakah pendidikan sudah “ bermanfaat “ secara optimal dalam
mendewasakan anak sesuai dengan nilai-nilai manusiawi?
Sehubungan dengan masalah batas pendidikan perlu dikemukakan, bahwa batas
kemungkinan pendidikan tidak dapat disamaratakan bagi semua orang. Tidak dapat
dikatakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas kemungkinan dididik yang
sama. Sebab masing-masing individu bersifat unik.Akan tetapi secara umum dapat
dikatakan, bahwa kemungkinan dididik itu tercapai mana kala tidak dapat
dikembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya kehidupan
moralnya.Adapun yang menjadi latar belakangnya dapat beraneka ragam. Mungkin
karena bakat bawaannya, mungkin karena potensi kecerdasan yang berbeda, seperti
berbeda dalam potesi
kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, atau mungkin
terdapat kelainan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Tujuan
pendidikan ini akan berkaitan dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada
di masyarkat. Secara umum, tujuan pendidikan sama dengan arti pendidikan itu
sendiri yaitu menjadikan manusia menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini
tentu akan beda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut
pendidikan di Indonesia ialah berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa
menghayati nilai-nilai pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir
bahwa dewasa disini adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan
cara berfikir kritis. Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu
mengekspresikan dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu
untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
B.
Saran
Semoga dengan
tersusunnya makalah ini akan dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan
kita mengenai Tujuan, Batas dan kemungkinan pendidikan. Dari pembahasan materi
ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu
pasti ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Erniwaty, Ivony.(2011).Tujuan Pendidikan.[online].Tersedia: (http://ivony-erniwaty.blogspot.co.id/2011/08/makalah-tujuan-pendidikan.html). (diakses
27 februari 2017)
Mudyahardjo, Redja.(2002).Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Sadulloh, Uyoh.(2010).Pedagogik
(ilmu mendidik).Bandung: alfabeta
Sadulloh, Uyoh
dan Oong Komar.(1985).Dasar-dasar pendidikan.Bandung:Fakultas
Ilmu Pendidikan IKIP Bandung
Zahara, Idris.(1992).Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT. Grasi
0 komentar:
Posting Komentar