BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wawancara
merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi
dengan cara bertanya langsung kepada responden. Apabila wawancara
dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode diberi
kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya,
ia akan memiliki ciri sebagai metode primer. Sebaliknya jika ia digunakan
sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh
dengan cara lain, ia akan menjadi metode perlengkap. Pada saat-saat tertentu
metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu
datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test, kuesioner
dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam itu metode wawancara akan
menjadi batu pengukur atau kriterium.
Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implicit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer wawancara mengemban tugas yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode wawancara menjadi sumber informasi yang sangat berharga, dan sebagai kriterium ia menjadi alat yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi itu adanya tiga fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa interview merupakan suatu metode yang serba guna.
Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implicit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer wawancara mengemban tugas yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode wawancara menjadi sumber informasi yang sangat berharga, dan sebagai kriterium ia menjadi alat yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi itu adanya tiga fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa interview merupakan suatu metode yang serba guna.
Dalam
proses interview terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang berbeda. Pihak
pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai interviewer,
sedang pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (Information supplyer),
interviewer atau informan. Interviewer mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai
jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan kembali isi
jawaban interviewee dengan kata-kata lain), mengingat-ingat dan mencatat
jawaban-jawaban. Disamping itu dia juga menggali keterangan-keterangan lebih
lanjut dan berusaha melakukan “probing” (rangsangan, dorongan). Pihak interviewee
diharap mau memberikan keterangan serta penjelasan, dan menjawab semua
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kadang kala ia malahan membalas dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan pula. Hubungan antara interviewer
dengan interviewee itu disebut sebagai “a face to face non-reciprocal
relation” (relasi muka berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka
interview ini dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya
jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research
(Kartono, 1980: 171).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wawancara ialah tanya jawab antara
pewawancara dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat
mengenai suatu hal.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut. (Lexy J, 2006 :186).
Menurut
Kartono (1980: 171) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan,
dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.
Menurut
Banister dkk (1994 dalam Poerwandari 1998: 72 - 73) wawancara adalah percakapan
dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut
Denzin & Lincoln (1994: 353) interview merupakan suatu percakapan, seni
tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral,
pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban
diberikan. Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi
berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas,
kesukuan, dan gender.
Menurut
Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 770 – 771) wawancara (interview) adalah
situasi peran antar-pribadi berhadapan muka (face to face), ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada
seseorang yang diwawancarai, atau informan.
B. Tujuan
wawancara
1) Untuk
memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dankondisi tertentu
2) Untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3) Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orangtertentu.
4) Untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
C. Bentuk-bentuk
wawancara
1.
Wawancara
berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
2.
Wawancara
dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
3.
Wawancara
telepon yaitu wawancara yang dilakukan
lewat pesawat telepon.
4.
Wawancara
pribadi.
5.
Wawancara
dengan banyak orang.
6.
Wawancara
dadakan / mendesak.
7.
Wawancara
kelompok dimana serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman,
olahragawan dan sebagainya.
D.
Fungsi-fungsi
1.
Wawancara dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi, mempengaruhi sikap
orang-orang dan kadang-kadang mempengaruhi perilaku mereka
2.
Wawancara juga merupakan alat penelitian yang berharga, dimana
memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap yang dapat
diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga memanfaatkan isyarat
verbal dan nonverbal
3.
Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga meningkatkan
kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden.
E.
Jenis-jenis wawancara
Ditinjau
dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1.Wawancara bebas
Dalam
wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun
harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang
diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak
terkendali.
2. Wawancara terpimpin
Dalam
wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang
lengkap dan terinci.
3.
Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin,
pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang
dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang
ditanyakan secara garis besar.
Menurut Floyd G. Arpan dalam Toward
Better Communications, berdasarkan bentuknya, wawancara dapat dikelompokkan ke
dalam tujuh jenis, yaitu:
1. Wawancara sosok pribadi (personal interview)
2. Wawancara berita (news interview)
3. Wawancara jalanan (man in the street interview)
4. Wawancara sambil lalu (casual interview)
5. Wawancara telepon (telephone interview)
6. Wawancara tertulis (written interview)
7. Wawancara kelompok (discussion interview)
Wawancara berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi dua yaitu :
a. Wawancara berstruktur
wawancara secara terencana yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Wawancara tak berstruktur
wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
1. Wawancara sosok pribadi (personal interview)
2. Wawancara berita (news interview)
3. Wawancara jalanan (man in the street interview)
4. Wawancara sambil lalu (casual interview)
5. Wawancara telepon (telephone interview)
6. Wawancara tertulis (written interview)
7. Wawancara kelompok (discussion interview)
Wawancara berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi dua yaitu :
a. Wawancara berstruktur
wawancara secara terencana yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Wawancara tak berstruktur
wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
F.
Sikap – Sikap yang Harus dimiliki oleh Pewawancara
Saat
melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak
kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk
itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai
berikut:
·
Netral; artinya, pewawancara tidak
berkomentar untuk tidak setuju terhadap informasi yang diutarakan oleh
responden karena tugasnya adalah merekam seluruh keterangan dari responden,
baik yang menyenangkan atau tidak.
·
Ramah; artinya pewawancara menciptakan
suasana yang mampu menarik minat si responden.
·
Adil; artinya pewawancara harus bisa
memperlakukan semua responden dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan
sopan kepada semua responden bagaimanapun keberadaannya.
·
Hindari
ketegangan; artinya,
pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai responden sedang
dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden berhak membatalkan
pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya.
Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.
Pengarahan
atau instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers)
meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut:
a. Tidak pernah
“terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu; gunakan penjelasan
standar yang diberikan pengawas. (“Never get involved in long explanations
of the study; use standard explanation provided by supervisor”).
b. Tidak pernah menyimpang
dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau rumusan pertanyaan. (“Never
deviate from the study introduction, sequence of questions, or question
wording”).
c. Tidak pernah
membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara, jangan membiarkan
individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan saran, atau
pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never let another person interupt the
interview; do not let another person answer for the respondent or offer his or
her opinions on the questions”).
d. Tidak pernah menyarankan
suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju dengan suatu jawaban. Jangan
memberikan kepada responden suatu ide dari pandangan pribadi anda pada topik
dari pertanyaan atau survey. (“Never suggest an answer or agree or disagree
with an answer. Do not give the repondent any idea of your personal views on
the topic of questions or survey”).
e. Tidak pernah menafsirkan
arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi pertanyaan dan memberikan
instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan dalam latihan atau oleh
pengawas. (“Never interpret the meaning of a question; just repeat the
questions and give instructions or clarifications that are provided in training
or by supervisors”).
f. Tidak pernah
memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori jawaban, atau membuat
perubahan susunan kata-kata. (“Never improvise, such as by adding answer
categories, or make wording changes”) (Denzin & Lincoln, 1994: 364).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wawancara (interview) merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang
diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana
pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari yang
diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti. Karena wawancara itu
dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya pun dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi pewawancara. Wawancara juga merupakan alat penelitian yang
berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap
yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga
memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal. Wawancara juga memungkinkan
pewawancara untuk menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara
lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari
responden.
Wawancara sering dihubungkan dengan pekerjaan jurnalistik
untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan dalam media massa. Namun
wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya,
penelitian atau penerimaan pegawai. Wawancara dapat disamakan dengan obrolan.
Namun ada perbedaan mendasar antara obrolan biasa dengan wawancara. Hal-hal
yang membedakan tersebut adalah tujuannya, hubungan antara narasumber dan
pewawancara, tata krama, dan batasan waktunya.
B.
Saran
Sebaiknya pertanyanyaan yang
diajukan untuk narasumber disusun secara baik , rapi dan menggunakan
bahasa yang sopan, tidak menyinggung perasaan narasumber dan harus sesuai
prosedur dan tepat sasaran.
Pewawancara dan narasumber
sebaiknya harus bersikap terbuka dalam pelaksanaan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Batuah, Malin. “ Langkah-langkah melakukan
wawancara”. http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/2012/05/langkah-langkah-melakukan-wawancara.html (
diakses pada 30 Mei 2012 )
2. Anonim. “ Pengertian Wawancara dan Teknik
Wawancara. http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/ (
diakses pada 12 Agustus 2010 )
0 komentar:
Posting Komentar